#2. Tulis kegiatan yang kamu lakukan di sana. Jelaskan kegiatan apa, terjadi di mana, termasuk bagaimana prosesnya dan apa yang kamu rasakan ketika melakukan kegiatan itu. Capek, senang, bosan, seru, kedinginan, kepanasan, semuanya deh. Bahkan kalau kegiatannya terlihat sederhana, misalnya hanya makan-makan, ceritakan juga darimana kamu tahu tempat makan itu, makanan apa yang paling laku dan kenapa kamu pikir makanan itu top markotop. #3. Tulis benda/ orang/ binatang/ hal/ tema/ latar belakang sejarah yang berkesan di sana. Bayangkan kamu bercerita ke orang yang sama sekali tidak tahu menahu tentang semua itu, jelaskan gamblang dan sejujurnya. Jadi jangan hanya: Saya berkunjung ke rumah Mozart, selesai. Bayangkan ada pembaca yang tidak tahu siapa Mozart. Jelaskan apa hebatnya si Mozart sampai rumahnya jadi obyek turis, dan rumah itu dipakai ketika ia umur berapa? Sekarang jadi apa rumahnya? Ada apa di dalam rumahnya? Bagian rumah yang mana yang menurutmu paling menarik, mengapa?Apa yang membuatmu kagum tentang rumah itu? #4. Ambil foto-foto yang kamu sukai (harap jangan hanya foto makanan yang kamu makan selama di sana. Betapa pun menariknya, tidak semua orang tertarik akan apa sarapanmu setiap harinya.) dan coba jelaskan adegan apa yang terjadi di foto-foto itu secara lengkap, komplet dengan latar belakang kejadian. Misalnya ada foto gunung, jelaskan itu gunung apa, kenapa kamu harus melihat gunung itu, darimana kamu tahu ada gunung itu, ada kejadian menarik apa di gunung itu, ada kejadian menarik apa ketika kamu mendatangi gunung itu. Lagi-lagi, ini bukan socmed yang hanya boleh sekian karakter. #5. Gabung semua yang kamu tulis di atas menjadi satu artikel. Jika bingung bagaimana menggabungkan semuanya, ada dua pilihan. 1) Bisa dibuat secara kronologis: misalnya, hari pertama saya ke gunung menonton kambing gunung, hari kedua saya memancing di danau, dan seterusnya). Atau 2) dipisah-pisah berdasarkan tema: Apa saja museum/ tempat bersejarah yang ada, di mana saja pemandangan alam yang indah, apa saja aktivitas yang dilakuan. #6. Cari majalah /media yang memuat artikel travel, liat alamat redaksi, kirim deh artikelmu ke sana. #7. Oh! Jangan lupa cek bagaimana mereka menggunakan bentuk panggilan orang (saya, aku, kamu, anda, kalian) agar artikelmu sesuai dengan media itu. Mudah kan? Tunggu apa lagi? Tulis liburanmu dan kirim segera artikel mu! Dan bagi yang ingin tahu bagaimana tempat liburan bisa menjadi lokasi cerita novel, harap tunggu postingan saya di blog ini selanjutnya ya. Semoga membantu dan harap kabar-kabari kalau artikelnya dimuat! PS: Sedikit cuplikan artikel saya yang pernah dimuat di majalah CLEO Desember 2011 dan hasil terbitnya untuk contoh penulisan. No Vienna, No Caffeehouse, No Croissant
Starbucks and Co. harusnya berterima kasih pada penduduk Vienna. Tanpa mereka model Cafe yang kita kenal sekarang tidak bakal ada. Mengapa demikian? Kerugian menjadi metropolis city yang makmur, Vienna menjadi sasaran serbuan kerajaan lain. Tidak tanggung-tanggung, dinasti Ottoman yang super jaya di Turki memutuskan untuk menyerbu Vienna pada abad 17. Alasannya sederhana, jika Vienna, pintu gerbang Eropa, jatuh ke tangan Turki, seluruh Eropa akan tunduk. Hasil perang adalah kemenangan bagi pihak Austria. Namun budaya Turki terlanjur meresap. East meets West pun terjadi dalam arti harafiah. Contoh satu adalah ketika tentara Austria berhasil menghalau tentara Turki yang membangun tenda-tenda mereka di pinggir kota Vienna, mereka menemukan karung-karung berisi biji kopi yang ditinggalkan oleh si empunya. Jadilah tradisi minum kopi merebak di Austria. Cafe pertama di Eropa pun berdiri di Vienna 130 tahun setelah rumah kopi pertama berdiri di Istanbul, Turki dan dari sana merembet ke negara-negara Eropa lainnya. Tidak heran, sampai sekarang pun di Austria, masih banyak rumah kopi yang bersimbolkan orang kulit hitam berturban. Bukan itu saja, masih banyak cafe tetap bertahan dari ratusan tahun yang lalu. Misalnya Cafe Schwarzenberg, Cafe Sperl, Cafe Prueckel. Tetap dengan interior yang sama, dengan keramahan yang sama, dengan kenikmatan kopi yang sama. Second home bagi siapa saja yang ingin melupakan sejenak masalah duniawinya. Contoh dua adalah roti croissant yang dikenal banyak orang dari Perancis, sebenarnya berasal dari Austria. Konon, dua orang tukang roti di Vienna, mendengar suara-suara di dalam tanah, di bawah toko roti mereka. Ternyata, suara itu berasal dari tentara Turki, yang menggali terowongan untuk menyerang pusat kekaisaran. Segera mereka memberitahukan hal itu kepada pihak berwenang dan Vienna pun dapat diselamatkan. Sebagai tanda untuk mengingat kejadian ini, mereka membuat roti yang berbentuk bulan sabit. Simbol bendera dan umbul-umbul tentara Turki. Mereka menyebut roti ini Kipferl dan langsung digemari banyak orang. Ketika putri kaisar Austria, Princess Marie Antoinette menikah dengan raja Perancis Louis XVI, ia turut membawa roti ini ke Perancis. Sambutan atas roti empuk ringan ini ternyata luar biasa dan terlepas dari akhir tragis sang princess, sampai sekarang roti ini terkenal di mana-mana. Jika bicara tentang kuliner, langsung saja kita lanjut ke Naschmarkt (Pasar Cemilan). Karena budaya kuliner penduduk Vienna sudah tercampur aduk, sekalian saja dibuka pasar yang menjual apa saja yang berhubungan dengan makanan dari seluruh dunia. Berdiri sejak abad 18, pasar ini adalah bentuk pasar internasional pertama dan terdiri dari jejeran ratusan kios (bentuk rapi dari warung di Indonesia). Bisa saja kita makan Cordon Bleu khas Austria di satu kios, sementara di kios tetangga dijual Gyros dari Yunani. Untuk semua yang tidak dapat lepas dari nasi, mie atau menu asia lainnya,Naschmarkt-lah tempatlah. Kios penjual Sushi, Dim Sum, Sate banyak di sana. Untuk pencinta dessert, silahkan mencoba Sacher Torte di Cafe Sacher. Kue tart Sacher ini begitu enak, sampai dipatenkan tahun 1832 oleh pembuatnya, Franz Sacher. Walau umurnya nyaris 200 tahun, kue ini tetap menjadi andalan kota ini. Tak heran banyak yang bilang, anda belum ke Vienna jika belum mencoba The Original Sacher Torte. Di Vienna juga terdapat toko roti oles pertama di Eropa. Bentuk awal dari sandwich yang kita kenal. Seperti layaknya penduduk kota besar, warga Vienna masa lalu juga tidak selalu punya waktu banyak untuk makan. Seorang pendatang dari Polandia di tahun 1902 mempunyai ide genius. Ia memotong-motong roti sebesar telapak tangan, lalu mengolesinya dengan campuran telur, butter, bumbu, termasuk variasi dengan ikan salmon, tuna dan lainnya. Hasilnya adalah belegte brot (roti oles) yang laku keras sampai sekarang! (Psttt, ini juga tips bagi yang bingung mencari makanan halal, banyak jenis roti dan olesannya tidak mengandung babi) Nama beliau adalah Trzesniewski (baca: Cesnyeski), yang menjadi nama toko rotinya. Kedai roti pertamanya masih berdiri (dan masih laku, jika datang kesiangan dijamin kehabisan) di Dorotheergasse nomer 1. (Judul Artikel: VIENNA, WHERE ORIENT MEETS OCCIDENT)
0 Comments
Leave a Reply. |
Let's write!
A collection of Q&A about the writing world (in Indonesian Language). Will be posted periodically, one theme per month. Archives
August 2019
Categories |