Tanya: Kok kalau mau jadi penulis, banyak yang bilang mesti banyak baca dulu sih kak?
Pertanyaan yang satu ini rada-rada laten, karena setiap beberapa bulan sekali, pasti ada pertanyaan serupa. Kalimatnya tentu beda-beda tapi intinya sama. Mau nulis, kok malah disuruh baca? Bahkan ada yang bertanyanya dengan membandingkan, “ini kan kayak mau pizza, tapi malah disuruh belajar masak.” OK, saya akan mencoba menjawab. Berbeda dengan pizza, atau nasi goreng, atau makanan/ minuman lainnya, menulis itu proses atau cara membuat sesuatu, bukan hasil akhir. Hasil dari menulis ya karya tulis, dalam berbagai bentuknya. Puisi, cerpen, novel, petunjuk pemakaian, karangan non fiksi, dkk, dll, dsb. Sementara makanan/ minuman itu produk akhir, barang jadi, selesai tinggal dinikmati. Kalau yang diinginkan hanya mendapatkan hasil akhir (menggunakan contoh di atas: pizza), perbandingannya ya, belilah buku (hasil akhir dari menulis). Tinggal dibaca, seperti pizza tinggal dimakan. Boleh ditawarkan ke orang lain kalau tidak suka rasanya, bahkan, ekstremnya, bisa dibuang kalau ogah banget menikmatinya. Namun jika yang diharapkan adalah mampu menulis (alias proses memasak pizza), maka proses pembuatan buku memang dimulai dari membaca. Again, why? Karena membaca memberi pencerahan buat menulis. Pencerahan? Ya. Cobalah baca apa saja. Baca, baca dan baca. Dari buku-buku klasik, yang bagus, yang jelek, yang nomer satu best seller, yang sering muncul iklannya, drama, non fiksi, buku anak, petualangan, horor, kriminal, blog, artikel internet, sampai iklan jalanan yang sering dilihat pas macet, apa saja deh. Lalu, liat karakternya, jalan ceritanya, dialog tokoh-tokohnya, setting lokasi, apakah semua konsisten. Apakah kamu percaya ada orang seperti itu? Apakah benar sungai Ciliwung ada di Kalimantan (heh?) Apakah mungkin cowok macho nangis (ya mungkin lah, kalau ibunya meninggal - misalnya)? Bagaimana jalan ceritanya, bagian apa yang kamu sukai, mengapa? bagian mana yang kamu tidak sukai, mengapa? Jika ada bagian yang boleh kamu ubah, bagian mana dan mengapa dan jadi apa? Bagaimana dengan endingnya? Perlukah diganti? Jadi apa dan mengapa. Buat bacaan non fiksi juga sama. Apakah masuk akal? Apakah secara logika dan kronologis benar ada? Di jaman hoax dan “alternative facts”, coba jeli mempertanyakan setiap detail yang kamu baca. Jangan malu bertanya dan bersikap kritis. Jika benar, bisa jadi acuan. Jika tidak ya, jangan diikuti. Apalagi kalau jelas ngibul, (misalnya, hiruplah obat cuci piring agar wajah cerah dari dalam) lupakan dan jangan lagi-lagi melihat bacaan dari sumber yang sama. Dengan sering-sering membaca, kamu akan tertolong untuk:
Apakah semua itu saya lakukan? Tentu saja, sampai sekarang. Saya sendiri sudah suka membaca sebelum jadi penulis, jadi bukan dibalik, membaca karena mau jadi penulis. Setiap buku yang saya baca, memberi hal baru, baik maupun buruk. Kalau bukunya baik, saya jadi belajar bagaimana menulis kalimat yang indah. Kalau bukunya, yah.. begitulah, saya jadi belajar, bagaimana untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Dan saya sendiri membaca berbagai jenis buku. Jelas tidak melulu buku yang serupa dengan naskah yang mau saya tulis. Karena lebih sering, buku jenis lain, memberi ide segar dan sisi-sisi yang lebih menarik sebagai tambahan ilmu menulis. Contoh yang baru terjadi, saya baru membaca artikel cara menanam wortel, sebenarnya bukan untuk kepentingan menulis, karena saya memang menanam sayur mayur di halaman. Lalu tiba-tiba ada “Eureka moment”, kenapa saya tidak menulis cerita tentang orang yang belajar menanam wortel? Jika masih ada yang sangsi, masa sih, membaca menolong kita jadi penulis, cobalah bertanya pada dirimu sendiri: Apakah ada, pemusik yang tidak suka mendengarkan musik/ lagu? Hanya mau main musik tapi tidak suka mendengarkan lagu, jenis apa pun, sama sekali. Adakah? Semoga terjawab, semoga makin rajin membaca dan makin sukses menulis ya!
0 Comments
Leave a Reply. |
Let's write!
A collection of Q&A about the writing world (in Indonesian Language). Will be posted periodically, one theme per month. Archives
August 2019
Categories |